ABSTRAK: Pada percobaan ini dilakukan percobaan laju hidrolisis sukrosa untuk
menentukan tetapan laju reaksi orde
pertama dan mempelajari katalisis oleh ion hydrogen serta membandingkan
penggunaan katalis ion hidrogen dan biokatalis dalam reaksi inversi sukrosa. Dengan cara mengukur sudut bidang perputaran cahaya
menggnakan polarimeter, sehingga mendapatkan besar laju reaksi (k). Berdasarkan
kurva hubungan antara ln(αt-α~) dengan waktu, campuran HCl dengan sukrosa nilai
konstanta laju hidrolisis yang diperoleh sebesar 0,019 /s. Berdasarkan kurva
hubungan antara ln(αt-α~) dengan waktu, campuran sukrosa dengan enzi,m nilai
konstanta laju hidrolisis(K1) yang diperoleh sebesar 0,0001 /s dan nilai konstanta laju hidrolisis(K1) yang
diperoleh sebesar 0,009 /s.
Kata kunci: biokatalis, laju hidrolisis sukrosa, reaksi orde
pertama
I.
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan kecepatan
reaksi adalah perubahan konsentrasi persatuan waktu atau dapat ditulis dc/dt. Dalam
reaksi kimia zat-zat kimia dapat dibagi menjadi 2 yaitu produk dan reaktan,
dimana produk adalah zat yang bereaksi dan reaktan adalah zat hasil. Reaktan
selalu bertambah dan produk selalu berkurang selama reaksi berlangsung sehingga
kecepatan reaksinya adalah (Achmad,2001):
Untuk
reaktan =-dc/dt
Untuk
produk =dc/dt
Secara umum kecepatan reaksi
searah dapat ditulis –dc/dt=kCn dimana dalam hal
ini C adalah konsentrasi reaktan (mol/L),t adalah waktu, n adalah orde
reaksi dan k adalah konstanta kecepatan reaksi. Pada orde satu persamaan
kecepatan reaksi menjadi –dc/dt= k C atau –dC/C=k dt dan
bila di integralkan menghasilkan persamaan –ln C=K t+konstanta.
Dimana untuk t=0, maka C=C0 (konstrasi mula mula) maka
ln C0/C = Kt (Achmad,2001).
Reaksi hidrolisis sukrosa pada
dasarnya termasuk kedalam reaksi orde dua, tetapi karena konstrasi air tetap
maka reaksi hidrolisis sukrosa dapat digolongkan kedalam reaksi orde satu, C12H22O11 +
H2O à C6H12O6 +C6H12O6.
Dan rumus yang digunakan ln Csc/C = Kt dan Ks = (1/b) ln(Ccs/Cs) untuk
mencari K1 dari persamaan tersebut perlu diketahui
konsentrasi sukrosa mula-mula pada waktu t (Fessenden,1992).
Pada umumnya konstrasi reaktan
dapat diketahui dengan jalan titrasi, tetapi untuk menitrasi campuran sukrosa,
glukosa dan fruktosa adalah sangat sulit. Karena itu untuk mengetahui
konsentrasi sukrosa dapat dipakai cara polarimeter. Hal ini berdasarkan
pemutaran bidang polarisasi, dimana sukrosa dan glukosa akan memutar
bidang polarisasi ke kanan dan fruktosa akan memutar sudut polasrisasi kekiri
yang lebih kuat. Larutan sukrosa murni memutar bidang polarisasi ke kanan.
Walaupun hidrolisis sudah berjalan, maka glukosa dan fruktosa akan
terbentuk, sehingga pemutaran bidang polarisasi ke kanan akan diperkecil. Pada
akhir reaksi, dimana sukrosa habis, larutan menjadi memutar bidang polarisasi
ke kiri (Harjadi,1990).
K = (1/t) ln(C/C0 )
= (1/t) ln(ɑ0-ɑa)/(ɑt-ɑa)
dimana ɑ0 adalah
sudut pemutar mula-mula, ɑt adalah pemutaran
waktu t, dan ɑa adalah sudut
pemutaran akhir (Harjadi,1990).
Laju reaksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan sentuhan, suhu, dan katalis.
Oleh karena itu, reaksi kimia dapat berjalan cepat atau lambat. Dalam industri,
reaksi kimia perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat
diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Reaksi dapat dikendalikan dengan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari adalah pembuatan kopi atau teh yang menggunakan pelarut bersuhu
tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan laju reaksi (Achmad,2001).
Dalam hidrolisia sukrosa, atom
H dari asam klorida atau asam asetat berfungsi sebagai katalisator. Katalisator
adalah zat, ion atau gugus yang mempercepat atau memperlambat reaksi, tetapi
pada akhir reaksi dilepas kembali dalam bentuk asalnya (tidak mengalami
perubahan). Katalisator dibagi menjadi dua jenis yaitu katalisator positif dan
katalisator negatif. Dimana katalisator positif adalah katalisator yang
mempercepat reaksi dan katalisator negatif adalah katalisator yang
memperlambat/ menghentikan reaksi. Istilah katalisator biasanya digunakan untuk
katalisator positif,sedangkan katalisator negatif digunakan istilah inhibitor
atau poison (racun) (Achmad,2001).
Polarimeter adalah instrumen
ilmiah yang digunakan untuk mengukur sudut rotasi yang cara penggunaannya
adalah dengan melewatkan cahaya terpolarisasi melalui zat optik aktif. Beberapa
zat kimia aktif optik dan terpolarisasi (searah) cahaya akan berputar balik ke
kiri (berlawanan arah jarum jam) atau kanan (searah jarum jam) ketika melewati
zat ini. Dan jumlah dimana cahaya diputar dikenal dengan sudut rotasi. Sebelum
digunakan polarimeter haruslah dikalibrasikan dulu hal ini ditujukan untuk
mempermudah dalam hal pengamatan
(Oxtoby,2001).
II.
METODOLOGI
2.1.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah 1 set polarimeter lengkap,1 buah termometer 1000C
,1 buah Stopwatch dan 1 set penangas air. Sedangkan bahan yang digunakan
yaitu larutan sukrosa, larutan HCl 4N , dan
larutan isolate enzim.
2.2. Prosedur
Pertama, praktikan membuat 2 campuran larutan sukrosa dan HCl dengan perbandingan 1:1 ke dalam Erlenmeyer
sebanyak 2 buah dengan cara memasukkan
20 ml larutan ke dalam erlenmeyer 100ml.
Kemudian menambahkan 20mL larutan HCl 4 N ke dalamnnya. Selanjutnya membuat 3
campuran larutan sukrosa dan enzim dengan perbandingan 1:20 dengan cara
memasukkan 20ml larutan sukrosa ke dalam erlenmeyer 200ml kemudian menambahkan
1ml larutan enzim ke dalamnya. Kemudian memanaskan salah satu larutan
sukrosa:enzim dalam penangas air pada temperatur 400C. Lalu memanaskan
1 larutan sukrosa:enzim dan 1 larutan sukrosa:HCl dalam penangas air pada
temperatur 700C. Kemudian mendinginkan larutan pada suhu ruang.
Selanjutnya melalukan pengukuran ɑ dengan cara membersihkan
tabung polarimeter dengan aquades dan mengisinya sampai penuh dengan aquades,
lalu mengukur ɑnya dengan
polarimeter, kemudian mencatat kedudukan ini sebagai titik nol untuk
perhitungan selanjutnya. Lalu mengosongkan tabung dan keringkan. Kemudian
mengukur ɑ larutan sukrosa:HCl dan larutan enzim secara
bergantian dengan melakukan pengamatan setiap 15 menit selama 60 menit dan
mencatat hasilnya sebagai ɑt. Lalu mengukur ɑ larutan
sukrosa:HCl dan larutan enzim yang mendapat perlakuan pemanasan secara
bergantian dengan melakukan pengamatan setiap 15 menit selama 60 menit dan
mencatat hasilnya sebagai ɑ
.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan praktikum kali ini didapat data sebagai
berikut :
Penentuan Laju
Hidrolisis Sukrosa
Tabel pengamatan
campuran larutan HCl dan Sukrosa (1:1)
Kurva hubunga Ln
(αt-α~) terhadap waktu
Berdasarkan kurva
hubungan antara ln(αt-α~) dengan waktu, nilai konstanta laju hidrolisis yang
diperoleh sebesar 0,019 /s. Kurva hasil pengamatan sedikit berbeda apabila
dibangdingkan dnegan teori. Pada kurva hasil pengamatan terjadi kenaikan nilai
polarisasi pada t=0 menit hingga t= 45 menit. Sedangkan pada teori, kurva yang
diperoleh tidak menunjukkan kenaikan nilai polarisasi. Kurva tidak berbentuk
garis linier yang mengindikasikan orde reaksi 1 karena dipengaruhi oleh laju
inversi sukrosa.
Tabel pengamatan campuran Sukrosa dan Enzim (1:20)
Kurva hubungan Ln (αt-α~) terhadap waktu
Berdasarkan kurva
hubungan antara ln(αt-α~) dengan waktu, nilai konstanta laju hidrolisis(K1)
yang diperoleh sebesar 0,0001 /s dan
nilai konstanta laju hidrolisis(K1) yang diperoleh sebesar 0,009 /s. Kurva
hasil pengamatan sedikit berbeda apabila dibangdingkan dnegan teori. Pada kurva
hasil pengamatan terjadi kenaikan nilai polarisasi pada t=0 menit hingga t= 45
menit. Sedangkan pada teori, kurva yang diperoleh tidak menunjukkan kenaikan
nilai polarisasi. Kinerja enzim pada suhu ruang kurang optimal dibandingkan
dengan suhu ruang HCl.
Berdasarkan percobaan
diperoleh α (sukrosa dan enzim) pada temperature 400C sebesar 20,6
sedangkan pada temperature 700C nilai α (sukrosa dan enzim) sebesar
10,1 artinya bahwa nilai katalis ezim bekerja optimal pada temperature 400C
dibandingkan pada temperature 700C. Kurva tidak berbentuk garis
linier yang mengindikasikan orde reaksi 1 karena dipengaruhi oleh laju inversi
sukrosa
Katalis ion H+ berbeda
dengan katalis enzim. Perbedaan kedua katalis tersebut dapat dilihat dari nilai
konstata laju hidrolisisnya. Pada reaksi hidrolisis menggunakan katalis ion H+,
nilai k yang diperoleh adalah 0,019 /s sedangkan nilai k yang diperoleh pada
reaksi hidrolisis menggunakan katalis enzim adalah 0,009 /s dan 0,0001 /s.
Katalis ion H+ lebih mempengaruhi laju hidrolisis sukrosa daripada katalis
enzim karena pada penggunaan katalis ion H+ laju hidrolisisnya lebih besar
berdasarkan nilai k.
IV.
KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa tetapan laju
reaksi hidrolisis sukrosa dengan katalis ion H+ sebesar 0,019 /s, menggunakan
katalis enzim sebesar 0,009 /s dan 0,0001 /s. Katalis ion H+ lebih mempengaruhi
laju hidrolisis sukrosa daripada katalis enzim karena pada penggunaan katalis
ion H+ laju hidrolisisnya lebih besar berdasarkan nilai k.
V.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Achmad,H. 2001.
Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Citra Aditya Bakti. Bandung.
[2]Fessenden,RJ dan Fessenden,JS.1992. kimia
Organik. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
[3]Harjadi,
W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
[4]Oxtoby,PW;
Gills,HP; Nachtrieb,NH. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jilid 2. Erlangga.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar